Kaum intelektual Jadi Tukang ES

Ehem ehem ehem....
"Enterpreneur"
kata-kata yang dalam tanda kutip itu sungguh menjamur menjadi seminar-seminar
otak kanan, cara dahsyat, pintu rejeki
adalah kata2 romansa yang biasa muncul di spanduk-spanduk seminar bertarif mahal, malahan saya juga pernah terjerembab menyebarkan brosur-brosur sejenis di lampu merah simpang brimob. lumayan, dapat lima puluh ribu... bisa buat nombokin uang makan tiga hari..  *nasib anak kos

Tulisan yang dipasang di termos Es lilin
back to laptop ...
panjang ceritanya, hingga akhirnya terbentuklah sebuah perserikatan usaha kecil-kecilan, terdiri dari 4 orang (bg alim, bg ali, bima, dan saya)... Idenya gak muluk-muluk. mulanya ingin jual bubur kacang ijo, lalu muncullah saya yang ketika itu  (18/10/2012) punya kulkas di kos-kosan "bagaimana kalau kita jual Es lilin?"... analisisnya cukup singkat dan sorenya lanngsung meluncur belanja semua keperluannya...

berbekal modal yang hanya Rp100.000,-/orang kami mulai merintis usaha ini, bukan sombong *tapi memang betul, setelah melihat satu kali proses produksi, saya langsung menguasai prosesnya hingga akhir, tentunya beserta komposisinya yang "Alami, Halal, dan Bernutrisi". kami memang betul-betul berprinsip usaha jujur dan membawa maslahat, tidak hanya berorientasi keuntungan.

Permintaan es lilin yang kami buat cukup menarik. namun kulkas kami masih terbatas sehingga kala itu pemasaran hanya berfokus di mushola pertanian. Laba dari usaha itu cukup berbuah manis, untungnya Rp50-75rb/hari. kalau dinikmati sendiri lumayan lah, tapi memang masih harus dibagi 4 bersama personil lainnya.

setiap pagi kami berbagi tugas menenteng dua buah termos es dan kotak uang untuk diletakkan di mushola pertanian. sistemnya mudah... ambil esnya, letakan uangnya... jujur-jujuran saja... dan alhamdulillah hampir seratus persen mahasiswa yang mampir di musola pertanian adalah orang-orang jujur, buktinya jumlah uang kami selelu relevan dengan jumlah es yang diletakkan di mushola tanpa penjagaan.

2 orang anggota tim
satu bulan berjalan, keuntungan masih tetap mengalir tiap hari dengan kisaran yang sama. namun.... pasang surut senantiasa akan terjadi dalam hidup ini,
hambatan besar ketika itu terjadinya perang besar antara fakultas pertanian dengan fakultas teknik usu. tak ayal, konflik berkepanjangan antar 2 fakultas tersebut membuat usaha kami hampir gulung tikar. Di kampus selama kurang lebih sebulan tampak penjagaan ketat dari kepolisian, bahkan kampus yang ketika itu sedang Ujian Tengah Semester-pun sempat diliburkan beberapa hari.

Bermula dari problem itu, salah seorang personil mulai melirik usaha lain yang lebih besar,
ia ingin mengembangkan sayap bisnisnya dari yang semula hanya di "Raja Es USU" menjadi "Raja Pokat Medan". karena ulahnya, berkarung-karung pokat mendarat di kos-kosan, pokat yang dikirim langsung dari takengon Aceh itu dari sisi harga memang sangat bersaing. harga pasaran ketika itu Rp8.000,- sementara raja pokat menawarkan harga yang lebih kompetitif yaitu hanya Rp5.000,-.

Konsentrasi Tim pun semakin lama semakin buyar, saya pun penya kesibukan tesendiri sebagai mahasiswa study oriented sekaligus sebagai ketua ukmi as-siyasah yang selalu mencoba menjalankan amanah sebaik-baiknya. akhirnya libur panjangpun terjadi.... dan hingga tulisan ini dibuat, usaha Raja Es USU masih fakum,

berharap suatu saat usaha ini bisa berdiri lebih tegak dan konsisten...
Freezer, dingin sekali
Personil
Tumpukan stok Es kacang Ijo

banyak kan stoknya. satu es harganya seribu rupiah. ini ada sekitar 150 buah
a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar