ANALISIS
KEGIATAN EKONOMI PASAR TRADISIONAL SUKARAME MEDAN
LAPORAN PENELITIAN
TUGAS KELOMPOK
Mata
Kuliah: Sosiologi Ekonomi
Versi PDF dari makalah ini bisa di download di sini, terimakasih salam pembelajar! :)
Suasana pedagang di pasar Sukarame Medan |
Disusun
oleh
Serdita Simanulang (090901013)
Lucas Ginta Ginting (090901027)
Widya Kristina M (090901033)
Syahid Ismail (090901043)
Elisabeth Sitohang (090901048)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas rahmat-Nya sehingga kita bisa
tetap dalam kondisi prima untuk menjalankan segala aktivita kita baik itu
aktivitas pribadi maupun dalam ranah sosial dan kebangsaan.
Selama proses penyusunan Laporan
Penelitian ini ada kendala-kendala
yang dialami seperti keterbatasan waktu, literatur dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Namun, selama proses itu pula penulis mendapat banyak pelajaran dan
pengetahuan baru.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dosen dan Asisten
Dosen yrang telah membimbing dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan baru
seputar Sosiologi Ekonomi.
Akhirnya penulis berharap, Laporan
Penelitian ini dapat dan layak untuk
memenuhi tugas Akhir semester mata kuliah Sosiologi Ekonomi.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam Laporan Penelitian ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik-kritik yang konstuktif sangat dinantikan,
untuk meningkatkan etos kerja dan kapasitas penulis di masa yang akan datang.
Medan, 8 Juni 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan
ekonomi kontemporer saat ini sangat beragam, dan berfariasi sebagaimana yang
telah kita ketahui bersama. Keberagaman tersebut membuat kita sebagai pelaku
ekonomi dan pemakai dari proses-proses tersubut berpengaruh sedikit banyak.
baik terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam proses ekonomi.
Tentu
hal tersebut memberi dampak pula pada masyarakat secara fisiologis, psikis,
perilaku dan lainnya. Oleh karena itu hal tersebut akan menimbukan keterkaitan
antara yang satu dengan yang lainnya sebagai akibat dari hal tersebut.
Faktor-faktor
ekonomi yang sangat rentan dan berfluktuasi menjadi salah satu pengaruh yang
banyak berperan dalam masyarakat. Bahkan dapat menciptakan stratifikasi sosial
di berbagai aspek kehidupan masyarakat kita. Dari segi profesi, pendapatan,
diferensiasi sosial, dan lain-lain
Sebagai
contoh, keterlekatan antara profesi dan pendapatan. Hal tersebut dapat memberi
multiplier efek terhadap kehidupan masyarakat di asperk lainnya. Tentu profesi
dengan jabatan yang tinggi akan member dampak kepada pola konsumsi, dan
pandangan masyarakat akan hal tersebut.
Di era
ekonomi serba modern seperti saat ini menyebabkan pasar-pasar tradisional
kelilangan pangsa pasar, pasar modern cenderung lebih diminati dengan alas an
prestise, kualitas, fasilitas, dan bahkan harganya yang lebih murah. Namun
beberapa pasar tradisional masih dapat bertahan ditengah-tengah persaingan yang
serba modern salah satunya adalah pasar Sukarame Medan yang masih banyak
diminati. Maka penulis menarsa tertarik untuk melakukian pelenitian mini di
pasar Sukarame.
Penelitian
ini menggunakan metode wawancara terhadap tiga informan dan satu orang kepala
pengelola pasar.
BAB II
DASAR TEORI
II.1
Pengertian Keterlekatan
Keterlekatan
Menurut granovetter (1985), merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara
sosial dan melekat dalam jaringan personal yang sedang berlangsung di antara
para aktor. Ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktor individual sendiri
tetapi juga mencakup perilaku yang lebih luas, seperti penetapan harga dan
institusi-institusi ekonomi yang lebih luas, seperti penetapan harga dan
institusi ekonomi, yang semuanya terpendam dalam suatu jaringan sosial.
Tindakan yang dilakukan oleh anggota jaringan adalah “terlekat” karena ia diekspresikan
dalam interaksi dengan orang lain. Cara seorang terlekat dalam jaringan
hubungan sosial adalah penting dalam penentuan banyaknya tindakan sosial dan
jumlah dari hasil institusional. Misalnya apa yang terjadi dalam
produksi,distribusi dan konsumsi sangat banyak dipengaruhi oleh keterlekatan
orang dalam hubungan sosial.
Granovetter
melihat bahwa dikothomi oversocialized-undersocialized bukanlah suatu
penggambaran yang tepat terhadap realitas tindakan ekonomi. Sebab dalam
kenyataannya, tindakan ekonomi melekat pada setiap jaringan hubungan sosial
baik tindakan ekonomi yang termasuk dalam oversocialized-undersocialized. Orang
yang berorientasi pada self interest pada kenyataanya, juga mengantisipasi
tindakan orang lain. Misalnya seorang pedagang akan mempertimbangkan
pengambilan tigkat keuntungan yang berbeda terhadap antara pembeli yang menjadi
langganan dengan yang tidak. Apabila pedagang tidak melakukan hal tersebut maka
ia akan kehilangan pelanggan.
II.
Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya
penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli
secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya
terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh
penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari
seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging,
kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang
menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak
ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar
memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang
"legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Yogyakarta,
pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh
Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern.
BAB III
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Deskripsi
Hasil Wawancara
a.
Sihombing
Informan pertama bernama Ibu Sihombing (39
tahun) beralamat di Gang Langgar, Ia berprofesi sebagai penjual sayur-mayur. Sayuran
yang dijualnya diantaranya kol, buncis, jipang, wortel, terong, dan kentang. Ia
berjualan mulai pukul 05.30 sampai dengan 13.00 di hari biasa, sedangkan di
hari minggu hanya sampai pukul 09.00 pagi.
Ibu Sihombing sudah berjualan di tempatnya
sekarang selama 9 tahun. ia memiliki suami dengan pekerjaan yang sama. Lapak
yang dia miliki saat itu adalah pemberian dari saudara iparnya. Ia, suami, dan
beberapa saudaranya memiliki pekerjaan yang sama yaitu berjualan sayur-mayur di
pasar Sukarame namun tempatnya tidak berdekatan.
Setiap harinya Ibu Sihombing mengeluarkan
modal sebesar Rp700.000,- dan keuntungan rata-rata yang diperolehnya setiap
hari Rp500.000,-. Ibu Sihombing mengatakan bahwa meskipun harga sayur-mayur
dipasaran naik, ia tidak mendapatkan peningkatan keuntungan karena selisih
harga beli dan harga jual tetap sama. Ia juga jarang mengalami kerugian baik
akibat kurangnya pembeli maupun akibat persaingan, hal itu terjadi karena
setiap pedagang di pasar Sukarame sudah memiliki pelanggan tetap yang
berbelanja secara rutin. Adapun apabila ada barang-barang yang tidak laku
ketika lapak akan ditutup, maka harganya akan diturunkan menjadi lebih murah
bahkan bisa sampai lebih rendah dari pada harga beli. bila masih tetap tersisa
dan belum laku dijual maka biasanya sayur-mayur tersebut dibuang.
Selama berjualan di lapak itu ia tidak pernah
dikenai pajak sewa tempat, namun hanya dimintai uang keamanan dan kebersihan.
Adapun dari segi kenyamanan ia mengatakan tidak pernah ada pungutan liar dari
preman.
Dari hasil pengamatan peneliti, Ibu Sihombing
hanya menggunakan lapak sederhana dan tidak permanen, alas lapak terbuat dari
terpal dan tidak memiliki atap, sehingga ketika saat peneliti mewawancarai
terjadi turun hujan, maka Ibu Sihombing langsung merapihkan dagangannya.
b.
Yusnita
Informan kedua yang berhasil diwawancarai
adalah Ibu Yusnita (42 tahun), seorang penjual ikan. Ia punya 8 anak, anak
pertamanya sudah tidak sekolah, 5 anaknya masih sekolah dan 2 lagi belum
sekolah. Suaminya berprofesi sebagai tukang becak.
Ibu yusnita berjualan di tempat itu sudah 5
bulan. Ia beralamat di Jln. Pinang Raya No 11. Sebelum berjualan ikan di pasar
sukarame ia bekerja menjadi pelaut di Baganbatu, orang tuanya dan anak-anaknya
masih berada di Baganbatu. Ia juga mengatakan bahwa keuntungan yang dierolehnya
sama saja dengan ketika ia bekerja di kampungnya yaitu di Baganbatu.
Yusnita berjualan mulai pukul 06.00 pagi
sampai pukul 19.00 malam setiap hari. Dari pekerjaannya itu ia mendapatkan
untung Rp100.000,-/hari setelah dikurangi beberapa pengeluaran diantaranya uang
kebersihan Rp1000,-/hari dan uang jaga malam Rp3000,-/hari. Dengan
penghasilannya tersebut Yusnita sudah merasa dapat memenuhi kebutuhan
keluarganya.
Dalam prosesnya Yusnita membeli ikan dari penjual yang lebih
besar kemudian ia merebus sendiri ikan yang dibelinya sehingga ikannya bisa
bertahan sampai 3 hari. Selain ikan, Yusnita juga menjual tempe, mie, bakso,
terasi, dan tahu yag dibeli langsung dari pabriknya. Harga jual ikannya berbeda antara pagi, siang,
dan malam. Harga bagi lebih mahal, pada siang hari mulai murah dan pada malam
hari harganya akan semakin turun.
Kendala yang dialami selama berjualan
diantaranya karena Yusnita merupakan pedagang baru sehingga belum banyak orang
yang dikenalnya. Dalam persaingan pasar Yusnita merasa sering terkendala karena
adanya penjualan dengan harga yang berbeda oleh pedagang lain. Kendala lainnya
adalah ketika turun hujan, ia tidak dapat membuat atap untuk meneduhi tempat
berjualannya karena tempat ia berjualan beada di atas jalan raya.
Mengenai perencanaan masa depan, Yusnita
secara rutin menabung Rp20.000/hari. Ia juga berencana ingin mengkuliahkan
anaknya yang saaat diwawacara anaknya tersebut sedang berada di Baganbatu.
c.
Selamet Hutapea atau David
Hutapea
Selamet (21 tahun) berprofesi sebagai penjual ikan lele. Selamet
baru saja pindah dari pekerjaan lamanya sebagai karyawan di Restoran Garuda. Aktivitas jualan ikan lele baru ia geluti
selama kurang lebih selama tiga bulan karena dinilai lebih menguntungkan
dibanding ketika kerja di restoran.
Setiap harinya Selamet jualan pukul 09.00-18.00 dan libur pada hari
Ahad. harga penjualan ikan lele di siang
dan sore hari berbeda, siang Rp16.000,-/kg, sedangkan sore Rp15.000,-/kg.
Pekerjaannya sebagai penjual ikan lele itu
adalah sebagai karyawan yang digaji dengan upah tetap setiap harinya yaitu
Rp50.000,-/hari. Adapun pemilik dari usaha
ikan lele itu adalah saudaranya. Dari total penjualan setiap harinya
diperoleh untung bersih Rp1.000.000,-. Selamet mendapat pasokan ikan langsung
dari peternak di Binjai sehingga harga belinya lebih murah, terkadang Selamet
menjual ikan lelenya kepada pedagang lain. Harga jual kepada pelanggan konsumsi
sama dengan harga jual para saingannya.
Selamet yang berpendidikan sebagai lulusan SMA
ini menyisihkan uang penghasilannya untuk ditabung, setiap harinya ia menabung
Rp20.000,- sampai dengan Rp30.000,-.
d.
Pengelola Pasar
Dari hasil wawancara dengan kepala pengelola
pasar yaitu pak Simarmata (49 tahun), peneliti mendapatkan data tentang profil
pasar Sukarame Medan. Pak Simarmata sudah bekerja sebagai kepala pengelola
pasar Sukarame selama 7 tahun. dari keterangannya diketahui bahwa pasar
Sukarame sudah berdiri sejak sekitar 20 tahun yang lalu di tanah milik
pemerintah daerah.
Para pedagang harus membayar sewa lapak setiap
bulan tanpa dibebani uang tambahan lainnya seperti uang keamanan dan
kebersihan. Di pasar Sukarame terdapat pedagang resmi yang memiliki lapak resmi
dan ada juga pedagang tidak resmi yang membuka lapak di trotoar jalan. Sering
terjadi konflik antara pedagang resmi dan pedagang illegal, pedagang resmi
merasa dirugikan dengan banyaknya pedagang illegal di trotoar jalan karena
pembeli cenderung lebih senang membeli di pedagang illegal karena lebih mudah
dijangkau dari jalan. Pemerintah sudah
sering melakukan penggusuran terhadap pedagang illegal, namun selalu kembali
seperti semula.
III.2 Analisis Teoritis
a. Teori
Keterlekatan Ekonomi
Jika
dianalisis dengan menggunakan teori keterlekatan maka ditemukan fakta bahwa
pada pedagang pasar Sukarame Medan Terdapat keterlekatan yang kuat. Hal ini
dilihat dari hubungan antara penjual dan pembeli dimana setiap pedagang
mempunyai pelanggan tetap yag tidak membeli di tempat lain meski harga dan
kualitasnya mungkin sama saja atau bahkan lebih baik. Para pedagang juga tidak
hanya mengenal secara dangkal pembelinya, selama proses jual beli, para
pedagang sering kali ‘ngobrol’ mengenai kondisi rumah tangga, keluarga, dan
anak-anak mereka sehingga terdapat rasa kekeluargaan diantara penjual dan
pembeli.
Keterlekatan juga bisa terlihat ketika ibu
Yusnita yang baru berjualan mengalami kesulitan pembeli karena belum banyak
orang yang dikenalnya. Yusnita sudah berusaha menjual dagangannya dengan harga
lebih murah, namun tetap saja sedikit pembeli yang mau membelinya. Setelah
beberapa bulan barulah Yusnita mendapatkan beberapa pelanggan tetap.
Berdasarkan teori keterlekatan Granovetter, perilaku
para pedagang Pasar Sukarame dapat diketegorikan kedalam prilaku pra-industri
dimana terdapat keterlekatan yang kuat.
b.
Aspek Budaya dalam Tindakan Ekonomi
Dalam proses perdagangan masih melekat
aspek-asek budaya tradisional masyarakatnya. Mereka tidak hanya semata-mata
meencari keuntungan ekonomi, seorang informan mengatakan bahwa ia diberikan
sebuah lapak oleh kaka iparnya yang juga berjualan sayuran di tempat yang sama.
Hal ini bisa membuktikan bahwa aspek budaya masi melekat kuat dan tidak hanya
berorientasi keuntungan.
Dari jenis kegiatan ekonominya pasar Sukarame
bisa digolongkan ke dalam ekonomi formal untuk pedagang resmi dan ekonomi
imformal untuk pedagang tidak resminya.
BAB IV
PENUTUP
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat
keterlekatan para pelaku ekonomi di pasar Sukarame masih kuat. Begitupun juga
aspek budayanya masih kental dimana para pedagang tidak hanya berorientasi pada
keuntungan semata, akan tetapi mereka menjaga hubungan dengan pedagang lain,
keluarga, dan pelanggannya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Damsar, 2009, pengantar sosiologi
ekonomi, Jakarta, kencana media group.
Dr. Damsar, 2002, sosiologi ekonomi edisi revisi,
jakrata raja grafindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar