Stratifikasi Sosial (Berdasarkan
Kekuasaan)
Menurut Daniel Bell dan Ralf
Dahrendorf
Sebuah
Paper, Oleh: Syahid Ismail (090901043)
Stratifikasi
Sosial di dalam masyarakat muncul karena ada nilai/hal yang oleh masyarakat dianggap
penting, hal yang penting tersebut hanya bisa didapatkan oleh orang-orang
tertentu saja yang jumlahnya sedikit. Kemudian nila-nilai penting itu
menyebabkan masyarakat memberikan penghargaan kepada orang-orang yang
memilikinya. Di antara hal yang dianggap penting adalah kekayaan, kekuasaan,
dan pengetahuan. Bell mengatakan bahwa
munculnya jenis masyarakat yang baru sering menimbulkan masalah distribusi
kekekayaan, kekuasaan, dan status. Pada paper ini akan dibahas tentang
terjadinya stratifikasi sosial berdasarkan faktor kekuasaan pada masyarakat industry
dan perbedaanya dengan tipe masyarakat lain. Adapun fokus bahasannya adalah
menurut Daniel Bell dan Ralf Dahrendorf.
A. Daniel Bell
1. Kekuasaan pada Masyarakat Industri
Fokus
yang membentuk struktur stratifikasi masyarakat Industri adalah kepemilikan
modal yang berupa mesin-mesin, di
antaranya mesin produksi pabrik, mesin tambang, mesin teknologi
pertanian, dan mesin transportasi. Dalam masyarakat industri yang berkuasa adalah
kaum pengusaha, kekuasaan mereka berdasarkan pengaruh tak langsung dalam
politik. Untuk melanggengkan monopoli ekonomi, para pengusaha baik secara
langsung maupun tidak langsung turut terjun di dunia politik agar kemudian
kebijakan politik berpihak terhadap proyek-proyek usaha yang dimilikinya. Di
sini politik cukup mempengaruhi kondisi perusahaan.
Pada
masyarakat industri, kelas pengusaha menduduki strata teratas dalam sistem
stratifikasi sosial masyarakat, merekalah yang mapu mengubah atau menambah
nilai guna suatu barang dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi. Di
sini sistem mobilitas sosial hampir tertutup. Masyarakat kelas bawah adalah
mereka yang tidak memiliki faktor modal berupa mesin, mesin ini sangat sulit
untuk dimiliki masyarakat biasa yang berekonomi lemah sehingga masyarakat
miskin sangat sulit melakukan mobilitas.
Kelas
pengusaha berjumlah sedikit, namun memiliki kekayaan yang melimpah. Sedangkan
kelas menengah diduduki oleh para pekerja profesional yang berpendidikan, mereka
mampu bekerja menjalankan perusahaan dan mesin-mesin produksi dengan
mendapatkan upah tetap yang tinggi. Kelas bawah di antaranya terdiri dari buruh kasar, pembantu rumah
tangga, dan pekerja upah rendah karena pendidikannya yang rendah. Ada pula masyarakat
yang masih menjadi petani, pengrajin,
atau nelayan tradisional, kondisi perekonomian mereka termasuk lemah
karena pendapatan menumpuk pada sektor perindustrian saja.
2. Perbedaan
Struktur Kekuasaan Masyarakat Pertanian, Industri, dan Post Industri
Berdasarkan hasil
penelusuran penulis, dapat dirangkum bahwa terdapat perbedaan pada struktur
kekuasaan masyarakat yaitu sebagai berikut:
Perbedaan
|
Pertanian
|
Industri
|
Post Industri
|
Sumber utama/dianggap
penting
|
Tanah
|
Mesin
|
Pengetahuan, Prestasi
|
Penguasa
|
Pemilik
tanah dan militer yang melindungi tanah itu sedang kekuasaan mereka
berdasarkan atas kekuatan.
|
Kaum
pengusaha, kekuasaan mereka berdasarkan pengaruh tak langsung dalam
politik.
|
Unversitas
dan lembaga-lembaga, sedang figur dominan ialah kaum ilmuwan dan
peneliti.
|
Kelas
|
Kelas pemilik tanah dan militer, Kelas buruh
tani, Kerja paksa
|
Kelas pengusaha, Karyawan professional, Pekerja
Kasar
|
Kelas professional, kelas teknis, kelas pekerja
|
Jika
menganalisis keadaan di Indonesia, penulis masih mendapati ketiga tipe
masyarakat di atas. Di pelosok-pelosok pedesaan dan di pulau-pulau yang jauh
dari ibu kota masih terdapat masyarakat pertanian, mereka hidup dari bekerja
sebagai buruh tani atau sebagai pemilik tanah. Di sana pemilik tanah tidak perlu
bekerja keras di lahan pertanian, tetapi ia tetap mendapatkan penghasilan yang
besar dengan mengeksploitasi buruh tani.
Kini masyarakat
pertanian dan perkebunann pun berkembang semakin modern, di pulau Sumatera
terdapat PTPN4, Sebuah usaha perkebunan sawit yang sangat luas. Di sini memang
sudah menggunakan teknologi perindustrian, tetapi masih lebih tepat digolongkan
ke tipe masyarakat pertanian karena terdapat pemilik kebun dan buruh tani
pengambil atau pemelihara sawit.
Di sebagian
tempat seperti di Papua dengan tambang emasnya dan di Kalimantan dengan tambang
batubaranya termasuk ke dalam tipe masyarakat Industri, kekuasaan tertinggi
dimiliki oleh kelas pemilik mesin-mesin tambang. Kalangan bawah sangat sulit
untuk memiliki mesin-mesin tambang yang harganya sangat mahal sehinngga mereka
teralienasi dengan pekerjaannya sebagai buruh tambang atau pekerja kasar
lainnya.
Sudah ditemukan
juga sebagian masyarakat post modern yang menghargai seseorang berdasarkan
pengetahuan dan prestasinya. Di lingkungan-lingkungan kecil seperti perusahaan,
LSM, komunitas-komunitas, dan universitas terkadang sudah terbiasa dengan
stratifikasi berdasarkan pengetahuan dan prestasi.
Dengan
demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada masyarakat Indonesia masih
terdapat ketiga tipe masyarakat baik itu masyarakat pertanian, industeri,
maupun post industri. Untuk post industri porsinya masih sangat kecil.
(Bacaan: http://fisip.uns.ac.id/blog/arjuna/daniel-bell/
diakses 24/10/2011 pukul 20.10 wib)
B. Ralf
Dahrendorf
Pada masyarakat
industri Dahrendorf melihat bahwa pihak yang berkuasa dan yang dikuasai. Pihak
yang berkuasa adalah pemilik faktor-faktor produksi yang berteknologi
strattinggi, pihak yang dikuasai adalah para pekerja seperti pekerja pabrik
yang teralienasi dalampekerjaanya.
Tidak hanya
terdapat dua kelas sosial di masyarakat seperti menurut Marx, Dahrendorf
melihat bahwa pada kelas pengusaha terdapat strata lagi seperti pengusaha
pesar, pengusaha menengah, dan pengusaha kecul. Demikian juga dengan kelas
pekerja, ada pekerja professional, teknis, dan kerja kasar. Adanya kepemilikan
terhadap nilai yang dianggap penting pada masyarakat industeri yaitu
mesin-mesin produksi menyebabkan timbulnya stratifikasi dan pada akhirnya
muncullah otoritas kekusaaan yang didasarkan pada kepemilikan mesin-mesin
produksi.
Pendekatan Ralf
Dahrendorf berlandaskan pada anggapan yang menyatakan bahwa semua sistem sosial
itu dikoordinasi secara imperatif. Dalam hal ini, koordinasi yang mengharuskan
adanya otoritas (kekuasaan) merupakan sesuatu yang sangat esensial sebagai
suatu yang mendasari semua organisasi sosial. Berkenaan dengan hal tersebut
maka dalam suatu sistem sosial mengharuskan adanya otoritas, dan relasi-relasi
kekuasaan yang menyangkut pihak atasan dan bawahan akan menyebabkan timbulnya
kelas. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas antara
pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai. Keduanya itu mempunyai
kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan. Selanjutnya, perlu
diketahui bahwa bertolak dari pengertian bahwa menurut Ralf Dahrendorf
kepentingan kelas objektif dibagi atas adanya kepentingan manifest dan
kepentingan latent maka dalam setiap sistem sosial yang harus dikoordinasi itu
terkandung kepentingan latent yang sama, yang disebut kelompok semu yaitu
mencakup kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.
(http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=153:sosi4206-teori-sosiologi-modern&catid=29:fisip&Itemid=74
diakses 24/10/2011 pkl 20.18 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar