Well, Hari ini hujan turun deras, deras sekali. Barusan gue
keujanan lari-lari menembus barikade hujan dari masjid Al-Gufron, sekitar 10
meter dari kos-kosan gue. Dekat sih,
tapi guyuran hujan cukup membuat jaket bertuliskan “Gerenasi Strategi” yang gue pake harus dikeringkan. Suasana subuh
makin terasa, belum banyak yang bangun untuk menunaikan panggilan dari sang
penyayang, Alloh swt.
Tarian jari-jari ini sempat terhenti manakala tiba-tiba
aliran listrik dari PLN terputus,
*mungkin karena konsleting kena hujan*tiangnya tertimpa pohon besar yang menutupi jalan raya*garduhnya tersambar petir bersama petugas PLN yang sedang bertugas*atau karena memang takdir
Itulah sederetan kemungkinannya, tapi sampai gue menulis
lagi lampu tak kunjung menyala, untung batre laptop gue masih baik hati diajak
melanjutkan tulisan.
Ini hari senin, tanggal 24 Oktober 2011, begitu tampak di
pojok bawah-kanan laptop gue yang masih terawat
ini. Hujan masih turun, tapi
intensitasnya lebih kecil, seperti gerimis, suaranya masih terdengar “tik tik
tik” di atap rumah kosan yang terbuat dari seng inpor dari kawasan industri
China beberapa puluh tahun lalu. Sudah berkarat dan banyak bocor di sana sini,
gak heran kalo hujannya lagi deras bisa bikin banjir satu kosan.
Satu jam sejak adzan subuh berkumandang tadi, kos-kosan
masih sepi. Belum terdengar tanda-tanda kehidupan. Sesekali terdengar bunyi
alarm hp android versi termurah keluaran Samsung, tapi orang-orang tetap terlelap dalam tidur
indahnya. Ada 9 orang penghuni tetap kos-kosan ini.
Gue buka folder-folder di laptop, mencari bahan yang menarik
untuk diposting di blog. I see… langsung tertuju pada folder “petik
jeruk”, cerita ini sebetulnya mau gue
posting sejak beberapa hari lalu, tapi usut demi usut dokumentasi fotonya masih
tertinggal di kampung Bernita Sembiring
Depari,
#yang
rumahnya di lahan pertanian Berastagi,
#yang mirip banget sama salah seorang dosen yang
gemar bercerita kasus Indo Rayon
# yang cerewet tapi satu klan sama politikus idola
gue Tipatul Sembiring. Hehehe, biasa aja kale…
Dua jam perjalanan dari kota medan,
itu pun kalau tidak
macet. Jika kecepatan rata-rata motor 40km/jam berarti jaraknya sekitar 80
km. Sekitar 300 orang memadati Mess
latersia Berastagi, Mess yang disewa Rp5jt ini cukup asri dan luas. Kondusif
untuk melepas stress, melepas kesuntukan rutinitas sebagai mahasiswa. Di sini
sedang di gelar sebuah ajang bentak-bentak, penindasan, pembodohan, dan mungkin
juga ada unsur pendidikannya. Namanya
“Inisiasi”, nama populernya “inagurasi”,
nama garangnya “OSPEK”. itu menurut gue...
16 oktober 2011
Gue sudah senior, senior gak pernah salah…
Udara di sini sangat
dingin, dinginnya menggigiti tulang belulang.
Sebetulnya gue bawa jaket, tapi dipinjam si Onka, maksud gue sengaja
dipinjamkan karena dia sepertinya sangat tersiksa menghadapi suhu yang seperti
di dalam gumpalan es kutub utara. * hiperbolis banget… akhirnya gue pake sarung, cukup menghangatkan
gue dari suhu dan dinginnya hati yang kosong ini. Sekaligus sarung ini bisa gue
pake buat solat setiap saat.
Beberapa orang berlari-lari mendekati gue, mereka bilang
sama orang-orang mau cari tempat mandi, tentu orang-orang langsung percaya
mengingat selama 3 hari di mess belum pernah ada yang mandi, bukan karna malas
tapi karena jumlah kamar mandi memang terbatas. Elisabeth tiba-tiba berbisik
“ayo kita petik buah. Diam-diam aja ya”.
Suasana inisiasi sedang memanas, gue pikir sebuah kenakalan
yang gak ketulungan tujuh turunan kalau harus pergi meninggalkan kawan-kawan
yang sedang berjibaku dengan prosesi ajang pembodohan itu. Mereka berlari-lari keluar dari pintu gerbang
mess, ingin keluar dan mencari angkot. Gak bisa dibiarkan… gue juga ikut-ikutan
lari. Seribu mata tertuju pada kami,
tapi kami cuek saja. *pasang muka beton…
Satu angkot melintas, Bernita (selanjutnya disebut Beben) and the gank menyerbu angkot
itu, kebetulan sedang kosong. Angkot-angkot di sini full music, di belakang
angkot yang dinaiki Beben an the
gank itu tampak laud speaker sangat besar
untuk ukuran angkot yang sempit.
Melesat begitu cepat, gak banyak kendaraan lain seperti di
kota Medan, ini masih pagi, di sini masyoritas masyarakatnya Keristen, jadi
pemandangan hari minggu sangat menarik. Rumah penduduk tidak begitu banyak,
tapi di pinggir jalan banyak berdiri
gereja. Meski tidak cukup ramai tapi di gereja-gereja tampak
orang-orang antusias menjalankan ibadahnya. Kini ibadah di gereja dibagi dua
kloter yaitu kloter padi dan sore. Isunya kalau gereja pagi yang datang hanya
orang-orang tua saja karena remajanya masih malas-malasan di tempat tidur. 

Di angkot hanya gue
laki-lakinya, selebihnya cewek semua.
Sambil angkot berjalan, gue juga bertanya-tanya seputar peribadatan
orang keristen, Cuma dua orang dari kami yang muslim, tapi meskipun demikian
kami sangat akrab dan saling terbuka, sebuah persahabatan lintas agama
yang tulus. Meski banyak perbedaan, tapi kami saling
bertoleransi, saling menghargai, dan tetap berpengang teguh pada keyakinan
masing-masing “lakum dinukum waliyadiin”.
Lima belas menit di angkot yang dingin, hujan hampir-hampir mau turun, langit gelap
mendung, awan hitam menghiasi pemandangan. Beben and the gank beranjak dari
angkot, menginjak tanah becek, sesekali dijumpai kubangan air menghadang
petualangan kami. Gue adalah orang
paling ganteng di gank itu, satu-satunya paling ganteng *Maklum.. Cuma gue
laki-lakinya di situ. yang terakhir jangan dibaca
Inilah para terangkanya, semuanya ada 10 orang, tapi gue dan
Melita sedang ngambil foto. Gue kenalkan
aja satu-satu
Dari kiri ke kanan
1. Benita sembiring Depari, Dia adalah otak dari
segala rencana bla bla bla ini. Dia sedang pake kerudung celana pink. Pemilik kebun
jeruknya
2. Elisabeth Christina Ambarita, inilah ibu kami
bersama. Paling lemah lembut dan keibuan
3. Serdita Simalulang, inilah aggota gank yang
cerdas, Indeks prestasi Kumulatifnya pernah ngalahin gue. Tapi jiwa-jiwa
petualangan dia cukup terpupuk
4.
Raniwati Saragih, sedang mengang payung, dia
anak mami yang gak boleh kena hujan, tapi entah kenapa dia bisa tergabung di
kelompok seperti ini.
5.
Sri Maryati, dari namanya ketahuan nama jawanya.
Memang kebanyakan nama jawa itu unik-unik seperti Sarimin, Ngatiman, Poniem,
Painem, Legimun, sumiati dan aneka macam yang lainnya.
6.
Elisabeth Sitohang, gue manggilnya Elisabeth
kecil karena lebih kecil dari Elisabeth yang satunya lagi. Jangan heran kalau
nama Elisabeth itu banyak dijumpai di pasaran karena memang begitulah
adanya. Elisabeth yang ini juga sering
ngaku adeknya Coki sitohang *pengen ikutan tenar mungkin…
7.
Angeline Nathalie Sitompul, Namanya paling keren, nama oriental, perpaduan
Barat dan Batak. Benarkah? J
8.
Hanna Oktarina Sitanggang, yang bajunya warna
pink. Jujur aja, gue paling heran melihat perubahan drastic dia, dia betul-betul tampil sebagai senior
bagi adik2 2011, buktinya sudah banyak yang hampir pingsan dibentak-bentak sama
dia. Hehehe serius lho gue…
9.
Melita Kristin Sitinjak, dia sedang ambil foto, dia satu-satunya yang
bawa kamera digital.
10.
Gue, gue ini adalah orang yang paling baik hati,
rajin menabung, dan tidak sombong. ITU UDAH PASTI!!! J
Kawan, Perjalanan masih panjang…
Gue di kampung orang…
Jauh dari family tempat berbagi peluh dan senyum…
Sebisa mungkin harus bisa menitipkan diri…
Semua kalian adalah sahabat…
Semua kalian adalah hal terindah yang telah menjadi warna
dalam hidup gue…
Dalam setiap petualangan selalu ada rintangan, para sahabatlah yang selalu mengulurkan
tangan agar kita kembali bangkit…. Melanjutkan petualangan… InshaAlloh.
Rombongan kami terus melangkah, menyusuri jalan becek yang
berliku. Sekitar tiga kilometer mungkin, untuk sampai di kebun jeruk Beben.
Inilah yang gue suka, dimanjakan dengan indahnya panorama kawasan pertanian
Berastagi, disapu suhu yang menggigilkan.
Gue hanya tersenyum, dari raut mukanya sahabat-sahabat gue
tampak terbebas dari segala belenggu
kehidupan kampus. melupakan waktu-waktu
mereka saat berlama-lama menunggu dosen yang tak kunjung datang, melupakan sederet tugas sosiologi keluarga
yang memaksa mereka untuk mewawancarai satu orang janda , melupakan celoteh
dosen yang cenderung itu-itu saja.
Bahkan gue yakin cerita Indo Rayon yang bselalu meninabobokan mereka di
bangku kuliah sudah sangat-sangat terpatri dalam lubuk hati mereka kini juga turut menghilang.

Buah jeruk, mungkin ada lima kilo ya… di Berastagi di jual
Rp8.000,-/Kg kalau sudah sampai ke Medan harganya jadi Rp15.000,-/kg. jadi
berapa untung pedagang?
Ini stroberi hutan, Ditemukan di semak-semak. Cukup banyak meneplok di pagar-pagar kebun petani. Gue coba petik beberapa biji, manis ya rasanya, tapi gak semanis stroberi yang biasa dibeli di pasar. Ini alami, petik sendiri…hehehe
Berlanjut…
Perjalanan terus berlanjut, cukup jauh memang, tapi
tidak terasa karena setiap langkah dibarengi dengan suka cita. Kami menjumpai
kebun-kebun bunga dan sempat berfoto, mungkin bunga melati putih atau entah apa
lah namanya, bunga-bunga ini dijual Rp10.000/4 tangkai. Paling laku saat
lebaran karena banyak orang yang mau Ziarah kubur. Tapi di Berastagi banyak juga
kuburan-kuburan Keristen yang besar-besar, kadang-kadang bunga hasil dari kebun
ini dijual ke mereka.
Di seberang
sana ada bunga ester yang warna warni menarik hati, tapi jauh sekali untuk
dijangkau. Tekstur tanah yang gembur memperkuat keengganan kami untuk menyeberang
ke sana
.
Tiba…
Di sekeliling
kami berdiri pohon-pohon jeruk berbuah lebat, sudah separuhnya matang. Kebun
milik bos (bokap) Beben gak begitu luas. Namun sudah cukup untuk menghasilkan
banyak jeruk. Setiap tahun bisa 4-6 kali panen, setiap panen dipetik sekitar 2
ton jeruk, harga jeruk Rp8.000,-/kg. Bagaimana? Sudah untung kah?.... atau ada
yang mau coba bisnis jadi petani jeruk….???
Tapi jangan
salah, kita mesti hati-hati metik jeruk
di sini. Banyak pantangan-pantangannya. Misalnya kalau yang metiknya aneh-aneh
dapat menyebabkan sakit perut si pelaku, gangguan kehamilan, dan janin. TaKhayul :D 

Sensasi makan
jeruknya sangat terasa, gue coba makan jeruknya langsung di bawah pohon, lamun ceuk kolot baheula mah PAMALI (speak in Basa Sunda)… 

Gue memang
gak berniat bawa jeruknya pulang, lain lagi dengan calon kaum ibu, betul-betul
semangat alias serakah amat menyerbu jeruk-jeruk …
Lihat saja
muka si melita yang sok tak bersalah …
Nah ini bawa
berapa kilo bu?
???
... ternyata
sarung kaum Muslimin sangat multi fungsi, selain di pake buat shallat bisa juga
buat gambol jeruk, sesampainya di Mess jeruk ini mau langsung gue bagi-bagi. Berat
kalau di bawa ke kos-kosan…
Silahkan
dipilih-dipilih bu….
Beginilah
potret emak-emak Indonesia, gak di kebun, gak di pasar… tiada waktu tanpa
ngerumpi. Setelah lelah berkeliling dan memilah-milah jeruk untuk dipetik. Mereka
bertiga lah yang duluan beristirahat di Saung kecil. Lagian pun hujan udah mau
turun…
Di
tengah-tengah kebun selalu dijumpai bak penampungan air, di sini air sangat
sulit (belum masuk program Air SUDEKAT rupanya… :D). sewaktu-waktu air hasil
penampungan dari hujan ini akan digunakan untuk menyemprot lalat buah. Atau
bisa juga digunakan untuk tempat cuci kaki. Mungkin kalau gue yang punya kebun
bakal dipke juga buat tempat wudhu setiap sebelum shalat 5 waktu.
Dari
wajah-wajahnya sudah tampak kelelahan..
Sebelum
pulang tak lupa ada prosesi penyerahan cindera mata dari mpok Rani, petualangan
ini diakrihi secara simbolis dengan penyerahan seonggok daun meranti.
Nantikan kami
di petualangan berikutnya… selanjutnya
kami ingin menyeberangi seuah pulau, memancing, berenang, dan bertualang… LAGI!!!
Resiko dari perjalanan ini adalah harus rela
melepas alas kali,…
Pulang membawa
hasil… dan kebahagiaan…
See U… all
*syahid*
asli aku ngakak x baca yang ini
BalasHapusWkwkwkwkwkwkwk
BalasHapusAku baru bacaaa