Saya memang agak lupa tanggal berapa tepatnya saya pertama kali menginjakkan kaki di Medan, namun peristiwa itu terjadi sekitar bulan juli 2009. sebuah keterpaksaan menyeret kaki saya untuk memasuki sebuah asrama. menjelang pukul 11 malam seorang mantan dosen pertanian yang sudah berumur menyambut kami di bandara Polonia. saya melihat raut muka yang tidak begitu senang, namun sebuah tugas dari lembaga amil zakat waspada yang mengharuskan ia melakukan semua itu.
Malam semakin larut, kami duduk terdiam di emperan bandara. bapak tua yang kerap dipanggil pak Simatupang itu terlihat sedang ngobrol dengan ketua rombongan kami, Yoki Putera, sebuah obrolan yang tidak biasa. bapak tua itu tampak kasar dan tidak bersahabat.
Bayang-bayang sebah pesawat Lion Air yang tadi kami tumpangi acap kali masih melintas di sudut mata yang hampa. Suara petir yang menyambar-nyambar menyambut kedatangan kami dari Sukarno Hatta masih terngiang di telingga yang kering akibat selama perjalanan tidak diperkenankan mendengarkan musik. saya tak begitu memperhatikan kalau di depan saya sudah diparkir dua taksi, taksi itu sengaja dibawa pak Simatupang dari luar bandara agar bisa lebih murah. lalu semua koper kami dimuat dalam dua taksi itu. setelah disepakati harga Rp50rb untuk dua taksi, maka taksi itupun meluncur menembus angin malam yang mulai sepi.
Bayangan yang tidak relevan jika saat itu aku memikirkan rumah yang sudah terlanjur jauh ditinggalkan. Kini saatnya saya berdiri di kaki sendiri, mengamalkan ajaran Bung Karno yang tak kan pernah mati karena aku tahu para marhaenis pecinta Indonesia sejati sudah menanti di kampus yang tidak saya inginkan itu.
Lama sekali fikiranku berputar-putar selama perjalanan, akhirnya taksi di depan saya lebih dulu masuk ke sebuah gerbang yang sudah tidak layak lagi. Sebuah tulisan itu tidak bisa tidak terlihat walaupun tampak kusam "Asrama Putera Koperasi Keluarga Besar USU". masih sempat saya menengok ke asram politeknik kebidanan yang cukup layak, namun tidak seperti yang dibayangkan jika Asrama Putera USU sungguh memprihatinkan.
Akhirnya saya terpaksa menurunkan semua barang bawaan yaang cukup berat itu. sesosok tua yang saya kira dia adalah penjaga asrama ini datang menghampiri kami. sedikit menunggu pembicaraan pak Simatupang dengan laki-laki tak dikenal itu, saya tak ambil pusing biar saja semua itu luput dari perhatian saya. yang saya inginkan saat ini adalah cepat-cepat istirahat dan mandi. tak banyak omong lagi setelah laki-laki itu mempersilahkan kami masuk, maka sayalah yang pertama kali benjatuhkan badan di tempat tidur yang sudah berumur itu. Dan detelah itu tak banyak lagi yang berkata-kata mungkin kami semua sangat lelah. kamipun tertidur pulas entah berapa lama. (NANTIKAN SAMBUNGANNYA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar